9/20/2014

Irene dan Rumira




Tik.. tik.. tikk...

Hujan menuntunku ke masa lalu. Di sana aku sedang asik bermain. Bersamamu.

Aku pencinta angin, kau tahu itu. Dan aku selalu duduk di dekat jendela kala kita kemana mana. Kau pun tahu aku bersahabat dengan angin saat layanganku perkasa tiada duanya. Tapi kali ini angin terasa menyakitkan. Gemercik air hujan pun merayu mata untuk menangis. Aku laki laki!! Tapi kali ini aku menangis.

Di sini aku meliahatmu sedang menenangkan tangis bocah kecil. Aku melihat seorang wanita suci, lemah lembut sekaligus perkasa. Yang selalu sabar, yang selalu tersenyum, yang tak pernah menangis di depan anaknya.  

Dulu, dia sering merobek hatimu. Bertingkah liar karena ejekan temannya. Memaki dan membentakmu yang hanya diam saja. Menjadi pencemburu karena tak sama seperti yang lain. Menjadi angkuh dan kasar walau sebenarnya dia rapuh.

Dulu, dia belum mengerti itu. Butuh tahunan untuk belajar mengerti sikapmu. Kini belasan tahun telah berlalu. Dia perlahan menyadarinya. Membalas kebencian hanya akan melahirkan kebencian lainya. Percuma.

Kau tahu? Kau adalah wanita terhebat yang pernah kukenal. Kau besarkan dia seorang diri. Kau tegar menerima cobaan. Kau ajarkan dia kasih sayang. Kau besarkan jiwanya dengan luas kasihmu.

Tik.. tik.. tik..

Aku mulai berjalan keluar membiarkan diri basah. Saat ini aku sangat ingin mandi hujan. Kau tak perlu kawatir aku jatuh sakit. Untuk hari ini biarkan aku menyentuh hujan, mengingat kenangan kala itu. Saat aku begitu menyukai hujan sedang kau selalu kawatir aku yang akan sakit setelahnya.

Dalam gigil dingin hujan. Beberapa penyesalan terlintas. Kau menyentuhku dalam rupa hujan. Begitu bodohnya aku yang tak menyadari keinginan terakhirmu.

“bu, kenapa ayah tinggalin kita, ayah nga sayang sama kita bu?”  
“bukan begitu nak, ayah pergi duluan ke surga, ayah lagi bikin rumah buat kita di sana”
“aku malu bu dikatain temen-temen”
"iya ibu tau, kamu yang sabar ya”

Aku pasti rindu kamu, bu.

“bu aku nggak bisa tidur” 
“sini nak, ibu ceritaian kisah kerajan di Negeri Adelfos”

Dulu di sebuah negri yang bernama Adelfos terdapat raja yang sangat bijaksana. Karena terkenal dengan kebijaksanaannya maka dewa memberikannya dua istri yang cantik. Salah satunya dijadikan permaisuri sedangkan satunya lagi dijadikan selir.

Mereka bernama Irene dan Rumira. Mereka berdua sebenarnya adalah saudara satu Ayah namun lain Ibu. Irene sang kaka adalah putri sah dari permaisuri kerajaan Omorfos sedangkan Rumira adalah putri dari selir Raja Omorfos.

Raja Omorfos menikahkan kedua putrinya pada Pangeran kerajaan Adelfos demi menjaga perdamaian antara kedua kerajaan. Dan kelak pangeran Adelfos akan naik takhta mengantikan Raja Adelfos bila waktunya tiba.

Tak ada kebahagiaan yang bisa menandingi kebahagian Raja Adelfos saat itu. Negerinya damai, rakyatnya makmur dan kedua istrinya sangat akur. Raja Adelfos terkenal bijaksana dalam memimpin sehingga dia dicintai seluruh rakyatnya.

Suatu hari Raja bermimpi. Dalam mimpinya dia dipersembahkan dua buah apel oleh kedua istrinya. Keduanya berwarna merah, namun salah satu dari kedua apel tersebut asam dan terdapat ulat di dalamnya.

Raja kemudian menceritakan mimpinya pada penasihat kerajaan. Penasihat kemudian mengartikan bahwa Raja akan segera mendapat keturunan dari kedua istrinya. Namun kelak salah satu diantaranya terlahir sebagai penghianat.

Raja mulai kawatir. Terlebih raja dan penasihat tak tahu yang mana yang nantinya akan terlahir sebagai penghianat.

Dua minggu setelah mimpi sang Raja. Benar saja Irene dan Rumira dinyatakan hamil oleh tabib kerajaan. Seluruh pelosok negeri bergembira menerima kabar bahwa Raja mereka akan memiliki keturunan. Namun Raja dan penasihat memiliki kecemasan serupa. Raja takut kelak salah satu anaknya akan terlahir sebagai penghianat.

Selama proses kehamilan, Irene dan Rumira tetap terlihat akur. Raja jadi bimbang apa betul kelak penghianatan itu akan terjadi.
“Kedua ibu dari calon anakku adalah saudara sedarah. Dan kelak, aku akan membesarkan mereka tanpa pilih kasih. Sehingga terjalin rasa persaudaraan yang kuat antara kakak dan adik.”

Raja tetap menjaga rahasia bersama kekawatirannya sampai detik ketiaka Irene dan Rumira melahirkan. Dan ya, keduanya melahirkan bayi laki-laki. Kelak akan ada perang saudara, pikir raja.

Demi menghindari pertikaan di masa yang akan datang. Raja mulai mengajarkan kasih sayang, mengajarkan kasih saling berbagi dan saling menghormati antara satu saudara. Hingga keduanya tumbuh menjadi pangeran yang sagat akrab dan saling menyayangi. Perlahan hilanglah persangka penghiantan dari salah satu putra mahkotanya tersebut.

Di masa para Pangeran dewasa. Raja sudah melupakan perihal penghianatan putra mahkotanya.
“oh kamu sudah tertidur nak”
Setengah tersadar aku melihat engkau mengecup keningku dan mematikan lampu. Sebenarnya aku masih sadar saat itu tapi mataku tertutup dengan sendirinya. Seolah ada kekuatan yang menahanku dari dunia mimpi. Dan aku tak bisa mengingat saat terakhir kau selipkan kata-kata antara cium di keningku. Aku tak pernah sadar bahwa cerita yang menuntunku lelap tidur, kini menuntunmu lelap tidur. Sama persis seperti dulu. Bedanya kini kau bercerita untuk tidurmu sendiri.

Sambungan telpon interlokal menyatukan jarak ribuan kilometer, kau dan aku.

Kau merindukanku saat itu tapi aku tak mau tahu dan sibuk dengan duniaku. Dan aku selalu mencari alasan yang tepat ketika kudengar kata rindu darimu. Aku kini menyesalinya. Untuk beberapa hari kedepan, ingatan kata rindu akan sangat menyayatku, bu. Maaf.

Kemarin, kubilang mungkin sebulan lagi aku baru bisa pulang dan mengambil cuti. Kau hanya menghela nafas. Dan anehnya saat itu aku merasakan hangat hembusan nafasmu.

Kau yang sudah mengerti waktumu. Ah tidak, kau memang selalu memahami dirimu. Sepanjang hidup kau selalu berjuang menghadapi waktu. Hari demi hari berjuang untuk sebuah rindu. Melawan setiap nafas yang kau jaga. 

Kata orang. Beberapa orang yang sudah mendekati waktunya akan tahu dia akan pergi. Beberapa orang diberikan keistimewaan untuk menyampaikan salam perpisahan. Sama sepertimu. Ya, karna waktu tak bisa selamanya menunggu. Lalu kau sampaikan salam perpisahan lewat kisah putra Irene dan Rumira. Cerita pengantar tidur darimu, untuk putramu.

Putra Irene tumbuh menjadi pangeran yang baik hati. Pendiam dan menyukai seni. Sedangkan putra Rumira tumbuh menjadi pangeran gagah. Mahir dalam ilmu perang serta tata pemerintahan.
Secara hukum kerajaan yang telah ditetapkan, Putra Irene berhak sebagai pewaris mahkota. Kerena dia adalah putra dari permaisuri sah.

Awalnya Rumira tak pernah tertarik akan kekuasaan kerajaan. Namun ketika dia melihat perkembangan putranya, hatinya pun berubah. Dalam hatinya terbesit kegelapan. Dalam benaknya dia merasa putranya lebih cocok dan unggul untuk menjadi raja. Maka Rumira dan putranya mulai menyusun taktik licik untuk membunuh putra mahkota yang merupakan saudara kandungnya sendiri. Pertama Rumira berencana membunuh permaisuri. Lalu setelah itu putra mahkota.

Rumira selalu menaruh Racun pada makanan Irene. Dan racun itu bekerja melalui tahapan proses dimana korbannya akan terlihat sakit parah selama berminggu minggu. Hingga akhirnya mati.

Irene sebenarnya menyadari hal itu. Namun tidak ia ceritakan kejahatan saurdarinya kepada siapapun termasuk putranya. Hingga pada akhirnya ketika Irene berhadapan dengan maut. Irene berpesan kepada putranya untuk meningalkan kerajaan dan menceritakan semuanya. Dan Irene berpesan pada putranya untuk tidak mendendam kepada siapapun dan pergi meningalkan segalanya.

“Hiduplah menjadi manusia biasa, nak. Dan semoga kelak kau menerima kebahagiaan di dalam hidumu.”

Setahun berlalu. Raja yang kehilangan permaisuri sah dan putra mahkota, kini mulai sakit sakitan. Setahun setelah ditinggal permaisurinya, sang Raja pun menyusulnya.

Putra Ramira naik tahta menjadi raja. Dan kelak anak putra Rumira akan menikahi dua putri yang berasal dari saudaranya sendiri. Dan sejarahpun akan berulang terus sampai akhir jaman kehancuran negeri Adelfos.

Setelah menyelesaikan cerita kau mendadak hening. Kupikir kau pergi dan lupa menutup telepon maka kututup pembicaraan itu. Aku teramat sibuk untuk menyadari saat itu sebenarnya kau telah menyampaikan salam perpisahan dan dijemput ayah menuju surga.

Satu jam berselang setelah aku pulang. Istriku menyambut dengan tangisnya. Katanya kau telah meninggal.

Dia mengetahui kabarmu setelah pembantu rumah memeriksa untuk makan malam. Dan ternyata kau telah tiada.

Tik.. tik.. tik..

Hujan menyamarkan air mataku.
Bukan.. 
Bukan hujan. 
Kau usap air mataku. 
Ya, kau samarkan air mataku. 
Maaf aku tak ada saat kau merindu. 
Aku bahkan tak menjawab saat kau ucapkan salam perpisahaan.